
Situs Candi Gunung Wukir Di Magelang, Menjadi Penanda Waktu Berkuasanya Kerajaan Medang Di Tanah Mataram
Bidik Ekspres.id | Kab Magelang
Candi Gunung Wukir di Dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, menjadi salah satu prasasti penting dalam sejarah Indonesia. Pasalnya, bangunan itu merupakan peninggalan sejarah pertama yang mencantumkan tahun pembuatannya, sehingga menjadi penanda waktu berkuasanya Kerajaan Medang di tanah Mataram.

“Situs Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal, adalah candi bercorak Hindu yang ditemukan (bersama) Prasasti Canggal. (Prasasti ini) mencantumkan tahun pembuatannya, sehingga Prasasti Canggal menjadi tonggak sejarah, kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispuspa) Kabupaten Magelang, Wisnu Budi Argo Budiono, Kamis (30/1/2025).
Ditambahkan, dari Prasasti Canggal, para peneliti menyimpulkan nama pendiri Candi Gunung Wukir adalah Raja Sanjaya. Selain itu, Raja Sanjaya juga pendiri Kerajaan Mataram Kuno sekaligus sebagai raja pertamanya. Pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, dan Candi Gunung Wukir, terdapat empat candi, yaitu candi induk dan tiga candi perwara (pendamping) yang ada di depannya.
“Sayangnya, keadaan candi-candi dari batu andesit tersebut tidak lagi utuh, hanya menyisakan sedikit keseluruhan. Namun dari penemuan yoni dan arca Nandi (lembu), dapat diketahui bahwa Candi Gunung Wukir bercorak agama Hindu,” ujar Wisnu.
Dia memberkan, Candi Wukir berada di atas bukit yang termasuk kawasan Dataran Kedu. Untuk menuju candi harus dicapai dengan berjalan kaki mendaki sekitar 300 meter dari Dusun Canggal, dan letaknya berada di dekat jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Salam dengan Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang.
Dalam Wikipedia disebutkan, kawasan Dataran Kedu diketahui memiliki banyak peninggalan sejarah. Di dekat candi Gunung Wukir juga ditemukan peninggalan dari zaman yang sama, candi Losari (ditemukan 2004) dan Petirtaan Mantingan (ditemukan 2019). Agak jauh, di arah barat laut, juga ditemukan Candi Gunungsari dan Candi Ngawen. Semua candi ini, kecuali candi Ngawen, berada di wilayah Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.
Sejarah Candi Wukir, merupakan candi tertua yang dapat dihubungkan dengan penaggalan yang tercantum pada suatu peninggalan sejarah. Berdasarkan prasasti Canggal yang ditemukan pada tahun 1879 di sekitar candi Gunung Wukir, pendiriannya diperkirakan pada masa pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Prasasti itu memuat banyak informasi yang berkaitan dengan Kerajaan Medang atau Mataram Hindu. Berdasarkan hal ini, Candi Gunung Wukir diduga memiliki prasasti nama asli Shiwalingga di Kunjarakunja. Nama Gunung Wukir diambil dari nama bukit tempat candi ini berada yang dalam bahasa Jawa, berarti gunung atau bukit, sehingga nama ini sebenarnya pendingin.
Tempat menyebarkan candi, mempunyai ukuran 50×50 meter. Bangunan candi terdiri dari batu andesit, dan setidaknya terdiri atas satu candi induk dan tiga candi perwara. Selain prasasti, di kompleks candi juga ditemukan yoni, lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina Nandi. Terdapat yoni besar yang berada di candi utama, dan dua yoni lebih kecil yang berada di candi perwara.
Wisnu menyampaikan, berdasarkan catatan Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta, candi-candi tersebar di wilayah Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Magelang. Umumnya terbuat dari batu andesit, yang biasa terdapat di sekitar gunung berapi. Bahan-bahan lain seperti batu putih hanya dipergunakan sebagai pelengkap, misalnya sebagai pagar keliling candi.
Batu-batu disusun tanpa adonan spesial, kecuali pada bagian tertentu di sisi luar. Setelah bentuknya tersusun, barulah hiasan-hiasan dipahatkan pada permukaaannya yang rata. Pada saat ditemukan, sebagian besar candi berada dalam kondisi rusak berat. Bebatuan yang menjadi inti bangunannya berserakan di sejumlah tempat, terkadang hingga jauh dari tempatnya semula.
Bahkan katanya, sebagian dari bebatuan candi yang bernilai sejarah itu telah berubah fungsinya, seperti menjadi tanggul atau pondasi rumah penduduk yang bermukim di sekitarnya. Banyak alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan kerusakan candi-candi di masa lampau, di antaranya adalah terjadinya bencana alam yang sangat dahsyat, seperti banjir, gempa bumi, atau letusan gunung berapi.
Peperangan dan perebutan kekuasaan, terang Wisnu, juga ditengarai menyebabkan kerusakan struktur bangunan candi. Dalam setiap peperangan, pusat-pusat pemerintahan kerajaan umumnya menjadi target untuk dibumihanguskan, dan candi sebagai bangunan suci pun tak luput dari pengrusakan dan replika selama perang berlangsung.
Terpisah, pelaku wisata Jeep Jurang Jero, Muntilan, Rofi’i saat dihubungi, Jumat (31/1/2025), berharap kawasan Candi Wukir bisa menjadi jalur paket wisata karena lokasinya tidak jauh dari lereng Gunung Merapi, sehingga bisa menambah wawasan pengetahuan bagi wisatawan . Sebab, Candi Wukir menyimpan sejarah panjang nenek moyang sesuai peradabannya.
Yang jelas, peninggalan Candi Wukir yang berada di atas bukit Gunung Wukir, yang rutenya cukup menantang saat dilalui dengan jalan kaki. Karena rute perjalanannya, selain melewati kampung dan rumah penduduk, wisatawan juga bisa melihat rimbunnya pohon-pohon bambu di sepanjang jalan,” ujar Rofi’i.*** (Drs Wardoyo)
Sumber: Diskominfo Jateng