BIDIK EKSPRES –Jakarta – Peta pilpres 2019 semakin menarik, laga El Classico antara Real Madrid versus Barca akan kembali tersaji di 2019. Prabowo yang maju dengan dukungan Gerindra, PAN, dan PKS menetapkan Sandiaga Uno, Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai bakal Cawapres.
![]() |
Prabowo-Sandi |
Sedangkan incumbent, Jokowi resmi mengandeng Ketua MUI, Ma’aruf Amin. Pemilihan Ma’aruf Amin sebagai bakal Cawapres Jokowi karena kekhawatiran partai koalisi Jokowi jika Prabowo mengambil sosok ulama.
Namun, ternyata agar tidak memunculkan perpecahan dikalangan umat Islam, Prabowo memilih Sandiaga Uno sebagai pendampingnya.
Sandiaga Uno dikenal sebagai sosok anak muda yang religius, mapan dan santun. Saat pilkada DKI lalu, hampir sebagian besar biaya kampanye disiapkan oleh Sandiaga Unoe.
Sandiaga mengabdi sebagai pelayanan rakyat lantaran, dirinya sudah memiliki rezeki berlebih dari Allah SWT. Bahkan, dirinya adalah satu-satunya pejabat negara di Indonesia yang ikhlas menyumbangkan semua gaji sebagai Wagub DKI ke BAZIS DKI untuk dikelola sebagai dana umat.
Prabowo sadar, dirinya harus mempersiapkan generasi pemimpin bangsa, karena itu, sosok Sandiaga adalah jawaban dari semua itu. Sosok yang tidak memiliki permasalahan dari segi finansial, namun sebagai pengusaha muda, dirinya terbukti mampu dalam bidang ekonomi makro dan mikro.
Sedangkan Prabowo sebagai sosok militer, bertipikal pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan.
Duet ini sangat komplit dan saling melengkapi.
Prabowo tidak ingin koalisi Gerindra, PAN, dan PKS pecah, jika mengambil salah satu Cawapres dari PAN atau PKS. PAN ngotot menyodorkan nama Zulkifli Hasan, sedangkan PKS menyodor nama Salim Segaf. Belum lagi desakan dari Demokrat untuk mengambil AHY.
Prabowo tidak ingin koalisi Gerindra, PAN, dan PKS pecah, jika mengambil salah satu Cawapres dari PAN atau PKS. PAN ngotot menyodorkan nama Zulkifli Hasan, sedangkan PKS menyodor nama Salim Segaf. Belum lagi desakan dari Demokrat untuk mengambil AHY.
Solusi dari semua ini adalah Sandiaga Uno, yang merupakan pengurus inti Partai Gerindra. Sehingga seluruh partai pendukung tidak merasa kecewa, dengan munculnya Sandiaga. Selain itu, kekuatan finansial Sandiaga tidak perlu diragukan.
Selain itu, duet Prabowo – Sandiaga juga mencerminkan keterwakilan Jawa – Non Jawa, sehingga pemilih diluar pulau Jawa akan memiliki alasan kuat memilih Sandiaga, dengan alasan perwakilan luar Jawa.
Namun jika melihat dari sisi duet Jokowi – Ma’ruf Amin yang merupakan Jawa – Jawa. Sosok Ma’ruf Amin ini nantinya tidak lebih hanya sebagai tameng umat yang khawatir umat Islam tidak memilih Jokowi. Di usia senja 75 tahun, sudah terlalu uzur bagi Ma’ruf Amin memimpin bangsa dengan penduduk lebih 250 juta jiwa ini.
Beliau lebih pantas dan terhormat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres. Yang memberikan nasehat dan masukan kepada kepala negara tanpa harus terlibat politik praktis.
Kerugian lainnya Jokowi mengandeng tokoh uzur, suara pemilih milenial akan berpaling ke tokoh muda. Suara kaum milenial tidak bisa dianggap remeh. Mereka kini mulai aktif dalam politik di Indonesia. Bahkan suara pemilih muda di bawah 50 tahun itu hampir 80 persen.
Jika Jokowi mengambil Cak Imin atau AHY justru suara milenial akan melonjak kepada duet tersebut, namun akhirnya karena trauma kekalahan pada sejumlah pilkada gubernur 2018 lalu. Koalisi Jokowi mengambil Ma’ruf Amin. Padahal tokoh agama ini tidak lagi populer dan memiliki elektabilitas yang rendah.
Jika melihat dua persaingan ini, maka Prabowo – Sandi berpeluang kuat memenangkan Pilpres 2019 dengan raihan suara minimal diatas 55 persen. Bisa jadi perolehan suara Prabowo – Sandi mendapatkan angka 55 persen dan Jokowi – Amin 45 persen. Angka yang cukup realistis. (editorial)